MARYAMAH KAPROV,MANA ANDREA?

MARYAMAH KARPOV TAK BICARA TENTANG MARYAMAH

Novel ke empat Andrea Hirata yang merupakan buku terakhir dari tetralogi Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov, telah terbit. Saya membaca novel setebal 504 halaman ini selama dua hari : pagi, siang, sore, dan malam. Halaman demi halaman Maryamah Karpov saya nikmati perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, takut cepat habis, ibarat makan prawn bruchetta yang hangat dan lezat. Tidak jarang satu kalimat saya baca dua kali, untuk meresapi keindahan kata-kata yang diuntai maestro Andrea Hirata. Seperti mengunyah sepotong prawn bruchetta, merasakannya terurai perlahan di dalam mulut dan kelezatannya meresap ke seluruh pori-pori lidah …

Maryamah Karpov di antara ke empat tetralogi Andrea Hirata

Sebagaimana ketiga novel sebelumnya, Ikal (nickname Andrea) merangkai novelnya dalam kalimat-kalimat yang indah, bernas, kocak, namun juga mengaduk hati dengan keharuan. Baru sampai di halaman 11, air mata saya sudah menitik ketika Ikal mengisahkan ayah yang sangat dicintainya, buruh Maskapai Timah yang begitu bangga dan bahagia karena menerima surat pemberitahuan akan naik pangkat, ternyata mengalami cobaan nan tak tertanggungkan (istilah orang Melayu yang dipakai Ikal) gara-gara kesalahan administrasi.

Ayah Ikal tak dipanggil maju untuk menerima surat pengangkatan, padahal ia sudah berdiri antri berjam-jam di tengah halaman gudang beras, semua orang yang antri bersamanya sudah bersorak riang merayakan kenaikan pangkat. Ayah Ikal berdiri kebingungan di tengah halaman, sendirian, ditatap oleh ratusan rekan beserta keluarga mereka dengan pandang heran dan kasihan. Semua itu karena kesalahan administratif yang dilakukan Mandor Djuasin. Ayah Ikal yang buta huruf dan bekerja sebagai buruh rendahan, tidak akan pernah naik pangkat …

Meskipun telah dipermalukan di depan khalayak dan dihancurkan harga dirinya sedemikian rupa, ayah Ikal, lelaki pendiam yang berhati bening itu, sama sekali tidak marah kepada Mandor Djuasin. Ketika malam harinya Mandor itu datang ke rumah untuk meminta maaf, ayah Ikal dengan takzim bahkan mengucapkan terimakasih karena telah diberi surat yang begitu bagus berlambang Maskapai nan terhormat, meskipun surat itu ternyata salah alamat …

Dari balik tirai, Ikal kecil menangis.

Sungguh bening hati lelaki pendiam itu, dan detik itu aku berjanji pada diriku sendiri, untuk menempatkan setiap kata ayahku di atas nampan pualam, dan aku bersumpah, aku bersumpah akan sekolah setinggi-tingginya, ke negeri mana pun, apa pun rintangannya, apa pun yang akan terjadi, demi ayahku. (halaman 12)

Ikal merangkai mimpi bisa belajar sampai ke Perancis untuk membahagiakan ayah yang sangat dicintainya

Meskipun begitu banyak tragedi dikisahkan Andrea dalam novel ini, tetapi gaya kocaknya dalam bertutur membuat saya sering tersenyum bahkan tertawa terpingkal-pingkal. Misalnya, ia mengisahkan runyamnya naik kapal Lawit dari Jakarta ke pulau Belitong, dimana penumpang berjubel seperti ikan asin dan gadis-gadis di dekatnya menumpahkan isi perut mereka karena mabuk laut. Gadis-gadis itu duduk diam sambil memejamkan mata mereka, berusaha menekan rasa mual yang bergejolak. Menjelang sampai di pulau Belitong, Ikal mengganti pakaiannya yang sudah kumal dengan peluh dan tercemar bau kecut seisi kapal, dengan seragam door man yang diperolehnya ketika bekerja sebagai pembuka pintu restoran di Goncourt, Paris. Seragam itu berupa jas panjang selutut dengan rompi berlidah, semuanya dalam warna biru laut yang berpendar-pendar. Ikal merasa hebat bukan buatan dengan jas itu.

Ketika ia kembali ke sudut apek di bawah cerobong asap yang panas dan kusam, tempat semula ia duduk, gadis-gadis yang terkulai sambil memejamkan mata menahan mabuk itu tiba-tiba bangkit terbelalak melihatnya, dan terlihat seperti hendak muntah-muntah lagi …..

Ikal, yang mengira penampilannya demikian hebat, dengan sukses telah membuat gadis-gadis itu kembali ingin muntah. Wakakaka …. saya tertawa terpingkal-pingkal. Gaya satir mengejek diri sendiri ini adalah keahlian Andrea membangun humor tingkat tinggi.

Andrea, brilian dan kocak

Kisah penurunan penumpang dari kapal Lawit di perairan Belitong diceritakan Ikal dengan sangat mencekam. Karena kapal Lawit yang sangat besar tidak bisa merapat di dermaga pulau Belitong yang dangkal, penumpang diturunkan di tengah laut dengan memakai tangga tali. Tangga tali yang licin dan berayun-ayun karena kapal terus dihantam gelombang itu dijulurkan dari lambung kapal setinggi tiga puluh meter, di malam yang gelap gulita, didera hujan yang dingin menusuk tulang. Nun jauh di bawah, para penumpang disambut oleh perahu-perahu kecil yang akan membawa mereka ke dermaga. Jangankan anak-anak, Ikal yang telah melanglang buana ke Eropa dan Afrika pun gemetar ketakutan ketika menapaki tali temali yang licin dan terus berayun-ayun itu. Jangan sekali-sekali melihat ke gelombang ganas di bawah, karena mental akan runtuh dan tubuh bisa meluncur tercebur ke laut. Sungguh cara menurunkan penumpang yang sangat mengerikan.

Itu adalah sebagian isi novel hingga halaman 58, dan jangan lupa Kawan, novel ini tebalnya 504 halaman. Jadi bersiaplah untuk menjumpai sangat banyak keharuan, kelucuan, juga ilmu pengetahuan, yang disajikan Ikal pada halaman-halaman berikutnya.

Andrea Hirata adalah penulis sastra yang jenius. Mungkin saya berlebih-lebihan, mungkin saya sudah tersihir pada pesona buku-bukunya, tetapi biarlah. Saya ikhlas dan rela sepenuh jiwa raga menjadi korban sihir Andrea. Novel Andrea bukan hanya indah dalam penuturan, tetapi juga sarat dengan informasi, menggugah jiwa, dan menghadirkan sains yang mengagumkan. Andrea adalah manusia dengan otak kiri dan otak kanan yang seimbang dan sempurna. Imajinasinya berkembang tanpa batas, didukung dengan pemahaman science yang mengejutkan. Teori-teori matematika dan fisika (terutama hidrodinamika) yang ia jelaskan ketika membuat kapal, serta cara mengangkat kapal bajak laut yang sudah ratusan tahun karam di dasar sungai Linggang, membuat saya terkagum-kagum. Pemahamannya tentang pelayaran, ilmu kelautan, dan astronomi sungguh membuat saya terpukau.

Bukan ini perahu yang dibuat Ikal, jauh lebih besar dan hebat. Perahu asteroid rancangan si jenius Lintang …

Andrea juga menguasai budaya dan karakter masyarakat Melayu, akar budayanya. Ia tahu karakter orang Melayu Dalam, orang Khek, Hokian, Ho Pho, Tongsan, dan orang-orang Sawan. Kajian anthropologisnya detil dan menarik. Ia bisa menulis tentang bajak laut Selat Malaka yang ganas, ia tahu bagaimana seorang dokter gigi beraksi, lengkap dengan istilah-istilah medisnya.

Yang juga menarik untuk dicatat, Andrea menunjukkan sikapnya yang tidak suka poligami, juga anti klenik. Poligami Bang Zaitun yang berakhir dengan duka nestapa berisi pesan yang gamblang : silahkan berpoligami jika ingin hidup sengsara. Kisah-kisah klenik yang dilakonkan Mahar dan Tuk Bayan Tula dikemasnya menjadi sebuah parodi, lelucon yang menggambarkan betapa klenik adalah kebodohan yang tak terkira.

Novel Maryamah Karpov ditulis dalam gaya teatrikal, komikal, dan parodi. Kalimat dan kata-kata yang hiperbolik, semata-mata dipakai untuk membentuk parodi. Jalan cerita yang ada kalanya tidak masuk akal, semata-mata dibangun sebagai kerangka untuk menyampaikan informasi sains.

Kelemahan Maryamah Karpov, menurut saya, adalah tidak ‘ketemu’nya judul dengan isi novel. Maryamah Karpov, yang dijadikan judul novel ini, nyaris tidak muncul di dalam isi cerita. Nurmi, anak Maryamah yang memiliki bakat luar biasa menggesek biola, hanya muncul dalam beberapa halaman, yang terasa agak ‘dipaksakan’ kehadirannya. Bisa jadi, karena judul dan cover novel ini sudah dibuat sebelum Andrea selesai menulis novelnya (atau bahkan mungkin belum mulai menulisnya), dan dalam proses penulisan ide Andrea berkembang, menyimpang bahkan meninggalkan ide awal.

Nurmi, dewi biola puteri Maryamah Karpov.

Kekecewaan saya yang lain adalah pada episode pertemuan Ikal dengan Aling. Aling, yang sudah dicari Ikal hingga ke ujung dunia, yang menjadi sumbu hidupnya, akhirnya bisa ditemukan melalui perjuangan yang luar biasa berat. Namun pertemuan itu sendiri hanya dikisahkan sambil lalu, ringkas dan datar, sama sekali tidak dieksplor oleh Andrea sebagaimana ‘seharus’nya. Kisah perjumpaan kembali Ikal dan Aling yang seharusnya sangat mengharu-biru, potensial menguras air mata Bombay dan tawa bahagia berbunga-bunga, sayang sekali hanya diberi porsi sangat sedikit. Ini seperti sebuah anti klimaks.

Namun ending cerita ini cukup menghentak. Dua halaman terakhir membuat pembaca tertegun akan akhir kisah cinta Ikal dan Aling yang tak terduga-duga. Apa itu? Jika saya menceritakannya sekarang, maka saya me’rampok’ surprise yang menjadi hak pembaca novel Maryamah Karpov. Jadi, silahkan anda menemukannya sendiri …

Tinggalkan komentar